![]() |
Tahun 2020 mungkin akan lebih mudah mendapatkan bio-fuel dengan harga yang lebih masuk akal dibandingkan tahun ini. Ini tidak lepas dari keberhasilan Toyota Motor Corp. menemukan terobosan baru untuk memproduksi bahan bakar dari tanaman ini dengan cara yang lebih murah.
Toyota bahkan merencanakan akan memasarkan secara luas bio-fuel pada akhir decade ini. Sebelum masa itu tiba, empat hingga lima tahun dari sekarang, Toyota akan mencari cara untuk mengembangkan teknik-teknik produksi berbiaya rendah.
Menurut harian bisnis Nikkei, Toyota juga akan mengeksplorasi peluang-peluang kerjasama dengan perusahaan energy untuk produksi massal.
Kunci dari itu semua adalah inovasi Toyota untuk mengembangkan jenis ragi baru yang mampu meningkatkan hasil produsi bio- fuel ethanol selulosa. Teknik ini memanfaatkan limbah kayu, rumput maupun tanaman non pangan. Dengan kata lain, tidak bakal mengganggu produksi tanamam pangan seperti jagung atau kedelai yang selama ini digunakan sebagai bahan baku ethanol.
Dengan memanfaatkan teknologi rekombinasi gen, Toyota berhasil mengembangkan strain ragi baru yang memainkan peran kunci dalam proses fermentasi untuk menghasilkan etanol selulosa.
Fermentasi xylose biasanya sulit dicapai dengan ragi alami. Namun ragi buatan Toyota tidak saja sangat efisien dalam fermentasi xylose tapi juga sangat tahan terhadap zat-zat yang biasanya menghambat proses fermentasi seperti asam asetat. Hasilnya, ragi ini bisa menghasilkan kepadatan ethanol tertinggi di dunia yaitu sekitar 47g tiap liter dan bisa memangkas biaya produksi secara signifikan.
Toyota memfokuskan pada pengembangan ethanol selulosa yang dihasilkan dari tanaman-tanaman non pangan yang berdampak kecil pada pasokan pangan dunia. Toyota terus melakukan beragam riset untuk menyiapkan teknologi komprehensif untuk aneka proses termasuk memproduksi ethanol selulosa. Mulai dari persiapan bahan mentah, proses enzymatic saccharification hingga peragian fermentasi. Toyota menargetkan ongkos produksi bahan bakan selulosa ini setara dengan bensin. Oleh karena itu Toyota berupaya keras untuk mendapatkan sumber bahan baku yang pasokan bahan mentahnya stabil.
Terobosan ini bisa jadi jawaban keprihatian National Research Council's, lembaga riset yang berada dibawah National Academy of Sciences soal ketersedian ethanol satu decade ke depan. Dalam studinya yang dilaporkan Reuters, Selasa (4/10), Amerika Serikat akan gagal mencapai mandate jangka panjang untuk memproduksi ethanol dari pohon, rerumputan dan limbah kayu, keculai produsen ethanol melakukan terobosan besar.
"Tidak adanya inovasi besar dalam hal teknologi atau perubahan kebijakan, mandate konsumsi 16 miliar gallon ethanol pada 2022 tidak akan tercapai," demikian pernyataan lembaga itu.
Dengan target utama mengurangi emisi CO2, sekaligus menjawab tantangan untuk mendiversifikasi sumber-sumber energy, Toyota bekerja keras untuk mengembangkan sumber-sumber energy terbarukan seperti bio-fuel selaras dengan pengembangan mobil-mobil ramah lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar